Perasaan bersalah menyebabkan hati tidak tenang.
Pada suatu ketika di perkampungan Indian di Amerika, hiduplah seorang
kakek tua yang amat bijaksana. Kakek ini seringkali memberikan nasehat
kepada orang-orang yang mengalami kesulitan. Kebijaksanaan sang kakek
begitu termashur sehingga kepala suku mengangkatnya menjadi penasehat
utama.
Suatu hari kepala suku mendapati bahwa seseorang telah mencuri
barang-barang berharga dari rumahnya. Banyak barang-barang berharga yang
hilang diambil pencuri itu. Kepala suku berpendapat pasti pelakunya
adalah orang-orang yang bekerja di dalam rumahnya dan bukan orang luar,
karena sehari-hari rumah itu dijaga dengan ketat sekali oleh para
pengawal. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada bukti yang
menunjuk kepada pelaku pencurian tersebut. Kalau tidak ada bukti, orang
tidak boleh menuduh sembarangan, bukan?
Akhirnya kepala suku memanggil sang kakek bijaksana untuk memberi petunjuk untuk menemukan pencuri tersebut.“Hamba dapat memberikan jawaban yang baginda butuhkan,” sahut sang kakek sambil tersenyum. “Hamba memiliki beberapa tongkat ajaib di rumah. Tongkat-tongkat itu akan bertambah panjang jika berada di dekat sang pencuri ataupun jika terpegang olehnya. Dalam sehari tongkat itu akan bertambah sepanjang lima senti. Jika baginda yang agung berkenan mengumpulkan para pelayan di dalam sel-sel tertutup, maka hamba akan memberikan satu tongkat ajaib pada tiap sel itu. Pada pagi harinya baginda akan menemukan satu di antara tongkat-tongkat itu akan bertambah sepanjang lima senti. Dan psstt..psstt.. (sang kakek membisikkan lanjutan kalimatnya ke telinga kepala suku). Nah, kita akan segera menemukan siapa pencuri barang-barang baginda.” Kepala suku menyetujui.
Akhirnya kepala suku memanggil sang kakek bijaksana untuk memberi petunjuk untuk menemukan pencuri tersebut.“Hamba dapat memberikan jawaban yang baginda butuhkan,” sahut sang kakek sambil tersenyum. “Hamba memiliki beberapa tongkat ajaib di rumah. Tongkat-tongkat itu akan bertambah panjang jika berada di dekat sang pencuri ataupun jika terpegang olehnya. Dalam sehari tongkat itu akan bertambah sepanjang lima senti. Jika baginda yang agung berkenan mengumpulkan para pelayan di dalam sel-sel tertutup, maka hamba akan memberikan satu tongkat ajaib pada tiap sel itu. Pada pagi harinya baginda akan menemukan satu di antara tongkat-tongkat itu akan bertambah sepanjang lima senti. Dan psstt..psstt.. (sang kakek membisikkan lanjutan kalimatnya ke telinga kepala suku). Nah, kita akan segera menemukan siapa pencuri barang-barang baginda.” Kepala suku menyetujui.
Pada hari itu juga seluruh pelayan dilarang pulang ke rumahnya.
Mereka ditahan dan ditempatkan di dalam sel, tiap orang di dalam tiap
sel. Kemudian baginda memberikan tongkat-tongkat ajaib untuk mereka.
“Ketahuilah, para pelayanku. Tongkat-tongkat ini adalah tongkat ajaib. Dia akan bertambah sepanjang lima senti jika berada di dekat sang pencuri yang asli.”
Malam itu semua pelayan ada di dalam sel tahanan. Semua sudah
tertidur nyenyak, tapi ternyata ada satu pelayan yang tidak bisa tidur.
Pelayan itu bernama Emas Hitam. Sejak dimasukkan ke dalam sel, Emas
Hitam sangat resah. Tongkat yang diberikan kepala suku digenggamnya
erat-erat. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Mengapa demikian?
Apakah ada sesuatu yang tidak beres?
Si Emas Hitam terus memandangi tongkat itu. Dia merasa tongkat yang digenggamnya adalah tongkat ajaib
yang akan bertambah panjang jika disentuh oleh pencuri yang asli. Emas
Hitam adalah pencuri yang asli. Kini dipandanginya tongkat itu. Ia
merasa semakin lama tongkat yang dipegangnya semakin panjang. ‘Wah,
kelihatannya benar, sudah bertambah panjang lima senti!’ Dengan panik
Emas Hitam mengambil pisaunya dan memotong tongkat itu sepanjang lima
senti. Kini dia merasa agak tenang. “Nah, tongkat ini sudah kupotong
sepanjang lima senti. Kini ia akan sama panjang dengan tongkat-tongkat
yang lainnya. Hh…hh…hhh… semoga tidak ada yang tahu bahwa aku pencuri
yang sejati! demikian pikir si Emas Hitam.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar baginda kepala suku memanggil semua
pelayan keluar dari sel mereka masing-masing. Juga tongkat-tongkat
mereka diminta kembali untuk diperiksa dan diukur panjangnya. Pada
giliran si Emas Hitam, baginda berhenti dan menatap wajahnya.”Emas
Hitam, mengakulah! Engkau pencurinya, bukan?”
“Ahhh….. bu..bu..bukan saya, baginda yang mulia. Kalau saya pencuri
yang sejati, pastilah tongkat saya akan bertambah panjang. Silahkan
baginda periksa bukankah tongkat saya sama panjangnya dengan
tongkat-tongkat yang lain?” sahut Emas Hitam dengan gugup dan pucat.
“Emas Hitam, jika engkau tidak mengaku aku akan menghukummu dengan
keras. Sekali lagi aku memberi kesempatan kepadamu untuk mengaku, apakah
engkau pencuri sejati??!!!” suara kepala suku mulai menggelegar
karena marahnya.
Di dalam ketakutan yang amat sangat akhirnya Emas Hitam mengaku bahwa
memang dialah pencuri barang-barang sang kepala suku. Emas Hitam
mengembalikan barang-barang yang telah dicurinya dan harus menerima
hukuman dari kepala suku.
Heran sekali, dari mana sang kepala suku bisa mengetahui bahwa Emas
Hitamlah pencuri yang sejati? Benarkah ada tongkat yang begitu ajaib,
sehingga waktu tersentuh oleh tangan sang pencuri maka akan bertambah
panjang? Kalau memang demikian, bukankah Emas Hitam telah memotong
tongkatnya supaya tidak ketahuan? Mengapa baginda masih bisa tahu?
Ternyata justru sebaliknya! Tidak pernah ada tongkat ajaib!!! Tongkat
itu cuma kayu biasa, sama seperti tongkat-tongkat lainnya. Tongkat Emas
Hitam tidak bertambah panjang. Tapi karena ia merasa bersalah, maka ia
merasa tongkat itu bertambah panjang. Maka tidak heran Si Emas Hitam
memotongnya. Baginda bisa mengetahui bahwa Emas Hitam adalah pencuri
justru karena tongkatnya lebih pendek dibanding tongkat teman-temannya
yang lain! Ketakutannyalah yang menunjukkan ia memang pencuri yang
sebenarnya. Tongkat yang lain tidak bertambah pendek karena yang lain
tidak takut tongkatnya bertambah panjang. Rasa bersalah akan membuat
orang takut dan tidak tenang seperti Emas Hitam!
Sumber: Majalah Kristen untuk Anak-Anak
0 komentar:
Posting Komentar