Oleh
Monika Fitri Setyawati, S.S.
Keraton Kasunanan
Surakarta yang juga disebut Keraton Surakarta Hadiningrat, dibangun I.S.K.S. Paku
Buwana II pada 1745. Keraton Surakarta merupakan salah satu bangunan yang
eksotis pada zamannya. Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar
Hamengkubuwana I _yang juga arsitek utama Keraton Yogyakarta adalah salah satu
arsitek istana ini. Tidak mengherankan jika pola dasar tata ruang kedua keraton
banyak memiliki persamaan umum. Pembangunan dan restorasi besar-besaran
dilakukan terakhir oleh I.S.K.S. Paku
Buwana X yang bertahta 1893-1939. Sebagian besar bangunan bernuansa putih biru
dengan arsitektur Jawa-Eropa. Setiap kompleks bangunan dinamai sesuai fungsi
dan mengandung filosofi untuk belajar mengenal kawula Gusti (manusia dan Tuhan).
 |
Gapura Gladag |
 |
Pagelaran |
 |
Sitinggil |
 |
Kamandungan, sanggabuwana |
Perjalanan diawali dari gerbang keraton paling utara , yakni Gapura
Gladag yang dijaga dua arca Dwarapala bersenjata gada. Kemudian menyusuri ruas
jalan yang teduh dengan pohon beringin tua di kanan kirinya, sampailah di
Alun-Alun Utara sebagai pintu awal kehidupan beserta sejumlah tanda kehidupan
manusia. Layaknya gaya khas sebuah kota tua, Keraton Kasunanan Surakarta terletak satu kompleks dengan alun-alun, Pasar Klewer,
dan Masjid Agung. Sebuah pendapa terbuka yang besar dan megah berada tepat di
seberang alun-alun yang disebut Sasana Sumewa. Dahulu digunakan sebagai tempat
pertemuan Raja dan para bawahannya. Di tempat ini terdapat meriam perunggu
bernama Rancawara dan sebuah singgasana Raja yang terletak di Sitinggil
Lor. Tempat itu sebagai cerminan perjalanan hidup manusia mencapai derajat
hidup tertinggi (bersikap dewasa, dekat Penciptanya, dan sampai di tahap
memiliki rasa tentram serta damai). Sebelum memasuki bangunan utama yang terletak
di belakangnya, dilewatilah Kori Renteng, Kori Mangu, dan Kori Brojonolo,
dimana mereka yang melewati pintu-pintu tersebut diharapkan untuk meneguhkan
hati, membuang rasa ragu, dan memantapkan pikiran agar selalu waspada. Setelah
itu sampailah di Kamandungan Lor dengan sejumlah kaca bedar di kiri kanan dan
depan (Kaca Mulat Slira) agar manusia ingat pada jati dirinya. Dilanjutkan Sri
Manganti dengan sebuah menara bernama Panggung Sanggabuwana. Pada zamannya
tidak boleh ada bangunan lain di luar keraton yang menyaingi tinggi menara
tersebut. Konon menara tersebut adalah tempat bertemunya Raja dengan Kanjeng
Ratu Kidul, Sang Penguasa Pantai Selatan. Fungsi lainnya sebagai menara
pertahanan untuk mengontrol keadaan sekeliling keraton, khususnya Benteng
Belanda di sisi timur laut keraton (Benteng Vastenberg).
 |
Pintu Masuk |
 |
Koleksi Museum |
Dalam bangunan utama juga terdapat sebuah museum yang dulunya adalah
kompleks perkantoran pada zaman Paku Buwana X. Bangunan ini terbagi dari
sembilan ruang pameran yang berisi aneka macam benda pusaka peninggalan
keraton, diorama kesenian rakyat, dan upacara pengantin kerajaan lengkap dengan
berbagai peralatannya. Sebuah lorong sempit menghubungkan museum dan kompleks
utama keraton. Di sini pengunjung harus mengikuti peraturan khusus dalam
berbusana sebagai penghormatan atas adat istiadat keraton. Alas kaki wajib
dilepas dan harus berjalan telanjang kaki di atas pasir pelataran yang konon
diambil dari Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo.
 |
Sawo Kecik |
 |
Patung eropa |
 |
patung eropa |
 |
patung eropa |
Pohon Sawo Kecik menaungi pelataran tersebut sehingga membuat udara
selalu sejuk. Sesuai namanya, pohon itu dimaknai sarwo becik (jarwa dhosok,
keratabasa), serba baik. Patung- patung Eropa yang menghiasi istana
menghasilkan kombinasi apik arsitektur Jawa Kuna dengan sentuhan Eropa.
Patung-patung tersebut merupakan hadiah dari Belanda yang dulu berhubungan
dekat dengan Kasunanan Surakarta. Sebelah barat Kedhaton merupakan tempat
tertutup bagi masyarakat umum.
 |
kompleks magangan |
Selanjutnya ada
kompleks Magangan yang dahulu digunakan oleh para calon pegawai sebagai tempat
penerimaan, berlatih, ujian, dan apel kesetiaan. Kini digunakan sebagai tempat
acara budaya. Keluar kompleks Magangan, dijumpai pelataran Kamandungan Kidul
yang biasanya digunakan sebagai tempat upacara pemakaman Raja dan Permaisuri.
Di belakangnya ada Sitinggil Kidul yang didesain lebih rendah dan sejumlah
bangunan yang lebih sederhana, melambangkan kesederhanaan manusia dan Tuhan
yang berakhir pada perjalanan manusia kembali pada Penciptanya. Inilah mengapa
Alun-Alun Selatan dibuat kosong tanpa bangunan.
Ditulis dari
beberapa sumber
Bagus sangat mengedukasi 😇
BalasHapusSebaiknya identitas penulis juga disebutkan
BalasHapusSudah ada di bagian paling atas..setelah judul.🙏
Hapustrimakasih artikelnya memberi pengetahuan baru..
BalasHapusTerimakasih pengetahuanny ttg kraton Surakarta..🙏🙏
BalasHapus